Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1


PENDIDIKAN VOKASI DAN MASALAH DUNIA KERJA DI INDONESIA (KABAR DARI KOTA KINABALU, BAGIAN I)

(Dr. Panji Pratama, M.Pd.  - Artikel)


Sebelum mengajar di Kota Kinabalu, saya belum pernah sekalipun berhubungan langsung dengan Pendidikan Vokasi. Namun, pada beberapa kesempatan, saya sering berdiskusi dengan beberapa tokoh kebekerjaan dengan pembahasan yang cukup panjang dan alot. Salah satu kajian yang sering kami bicarakan adalah mengenai seberapa kuat dukungan pemerintahan daerah terhadap pendidikan vokasi.
Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia memang dapat dikatakan bukan contoh yang apple to apple dengan pemda-pemda yang ada di Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri, pendidikan di negeri Sabah, Malaysia dalam pandangan saya, telah mengimplementasikan konsep pendidikan vokasi.
Buktinya, Sekolah Indonesia Kota Kinabalu berada di sebuah kawasan yang dinamakan dengan KKIP atau singkatan dari Kota Kinabalu Industrial Park sebuah kawasan yang cukup padat dengan kilang-kilang (perusahaan-perusahaan) dan hilir mudik para pekerja industri. Menariknya, di kawasan tersebut juga, terdapat sebuah kampus bernama ILP, atau disebut dengan Institut Latihan Perindustrian, yaitu sejenis institut latihan untuk melahirkan tenaga mahir untuk memenuhi permintaan sektor perindustrian di Malaysia.

Konon, sejarah berdirinya ILP dimulai sejak tahun 1964 dengan berdirinya ILP Kuala Lumpur. Kemudian pada tahun 1973 dibangun ILP Prai yang diikuti oleh CIAST Shah Alam dan lainnya di Kuala Terengganu, Pasir Gudang, Labuan, Kuantan, Kota Bahru, Jitra, Ipoh, Bandar Melaka, dan JMTI Seberang Perai. ILP berada di bawah Departemen Sumber Daya Manusia (JTM), sedangkan JTM berada di bawah Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia. Dengan kata lain, ILP dirancang untuk tujuan memecahkan masalah ketenagakerjaan di Malaysia dari sudut .

Lalu, bagaimana dengan negara Indonesia? Seperti halnya Malaysia, Indonesia pun berupaya memecahkan masalah ketenagakerjaan melalui pendidikan vokasi. Meski demikian, satu hal yang pasti adalah permasalahan ketenagakerjaan, baik itu di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya, berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja. 
Masalahnya, negara Indonesia sebagai negara peringkat keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, menghadapi dinamika ketenagakerjaan yang lebih kompleks dibandingkan negara-negara lain di dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), yang dirilis pada tahun 2022 lalu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia diketahui sebesar 5,83 persen dan rata-rata upah buruh sebesar 2,89 juta rupiah per bulan.

Laporan ini sebetulnya lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Selama periode tahun 2020 − 2021, kondisi TPT di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,58 persen. Selanjutnya, penurunan kembali terjadi, yaitu sebesar 0,66 persen pada tahun 2022. Hal ini berarti tren pengangguran yang menurun sejalan dengan perbaikan ekonomi pada 2022.
Tingginya TPT di Indonesia pada periode sebelum tahun 2020, salah satunya diakibatkan karena efek domino dari Pandemi Covid-19.  Tercatat, ada sekitar 11,53 juta orang (5,53 persen) penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19, yang terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (0,96 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,55 juta orang), tidak bekerja karena Covid-19 (0,58 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (9,44 juta orang).

Seperti disampaikan di awal, terdapat hal yang menjadi perhatian penting dari permasalahan ketenagakerjaan tersebut yaitu jumlah penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja. Lebih dari itu, fakta bahwa negara Indonesia saat ini sedang memasuki era bonus demografi, di mana penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif haruslah menjadi perhatian kita semua.
Terlebih, para ahli sepakat bahwa jika bonus demografi ini dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah, kondisi ini akan menjadi modal penting untuk membangun untuk menuju 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045. Namun, jika tidak dikelola dengan baik dapat menjadi boomerang dan menjadi beban bagi negara.

Bayangkan saja, berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada Juni 2022. Dari jumlah tersebut, ada 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk Indonesia yang masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Terdapat pula 84,53 juta jiwa (30,7%) penduduk yang masuk kategori usia tidak produktif.

Rinciannya, sebanyak 67,16 juta jiwa (24,39%) penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan sebanyak 17,38 juta jiwa (6,31%) merupakan kelompok usia sudah tidak produktif (65 tahun ke atas). Dengan komposisi jumlah penduduk tersebut di atas, maka rasio ketergantungan/beban tanggungan (depency ratio) adalah sebesar 44,3%. Hasil tersebut diperoleh dari jumlah penduduk usia tidak produktif dibagi jumlah penduduk usai produktif. Dengan demikian, angka ketergantungan sebesar 44,3%, artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sebanyak 44-45 jiwa penduduk usia produktif.

Lalu, hal apa saja yang harus dipersiapkan oleh pemerintah dan kita, selaku praktisi pendidikan, dalam menghadapi fenomena besar ini? Apalagi, kita mengetahui bersama bahwa negeri kita tercinta: Indonesia, merupakan negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia yang mencapai 240,62 juta jiwa pada tahun 2023. Gagasan-gagasan adiluhung sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama. Meski begitu, pendidikan adalah kunci awal dalam persiapan menghadapi tantangan dunia kerja modern.

Untuk menguraikan alternatif-alternatif solusi Pendidikan Vokasi di Indonesia ini akan dipaparkan dalam Bagian II.(*)


Bio Penulis


Panji Pratama, lahir di Sukabumi, 28 Maret. Bertugas sebagai guru dan dosen di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, SMAN 1 Nagrak, dan INKHAS Sukabumi. Selain mengajar di sekolah formal, juga menjadi Tutor dan Content Writer di platform edukasi Quipper.com sejak 2016. Selain mengajar, juga tercatat sebagai penulis artikel di media sastra populer nongkrong.co. Kesibukan lainnya adalah menjadi pengisi materi pada kegiatan literasi dan kependidikan di berbagai tempat. 
Saat ini tergabung sebagai pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Sukabumi, pengurus Persatuan Guru Nahdatul Ulama (Pergunu) Kabupaten Sukabumi, pengurus Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB), pengurus Forum TBM Kab. Sukabumi, dan pengurus Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI). 

Posting Komentar untuk " PENDIDIKAN VOKASI DAN MASALAH DUNIA KERJA DI INDONESIA (KABAR DARI KOTA KINABALU, BAGIAN I)"

Leadership Bootcamp

Segera Ikuti Leadership Bootcamp!

Pastikan tidak terlewatkan kesempatan ini! Yuk ikut kegiatannya. Klik tombol di bawah untuk informasi lebih lanjut!

Akses Informasi Sekarang
Lomba Storytelling untuk Guru

Spesial Lomba Storytelling untuk Guru!

Jangan lewatkan kesempatan emas ini! Ikuti lomba storytelling dan tunjukkan kreativitas Anda. Klik tombol di bawah untuk informasi lebih lanjut!

Akses Informasi Sekarang
Lomba Storytelling untuk Siswa

Spesial Lomba Storytelling untuk Siswa!

Jangan lewatkan kesempatan emas ini! Segera ikutan yuk dek!
Tunjukkan kreativitas mu. Klik tombol di bawah untuk informasi lebih lanjut!

Akses Informasi Sekarang
Seminar Nasional

Perlukah Ujian Nasional ?

Jangan lewatkan! Kupas nuntas. "Perlukan UN Diadakah Lagi ?"
Klik tombol di bawah untuk informasi lebih lanjut!

Akses Informasi Sekarang
Seminar Nasional

IGI JABAR AWARD

Daftar Segera, Gratiss !
Klik tombol di bawah untuk informasi lebih lanjut!

Akses Informasi Sekarang